Freelance Jobs

Tuesday, July 27, 2010

Lebong Tandai Tolak RUPSLB ABM



Published On: 22 March 2011
JAKARTA – PT Lebong Tandai, anak perusahaan Merukh Enterprises, menolak rencana pengalihan status perseroan PT Avocet Bolaang Mongondow (ABM) dari perusahaan penanaman modal asing (PMA) menjadi perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN).

“Manajemen PT ABM sudah mengundang kami untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang mengagendakan pembahasan perubahan status dan substansi PT ABM dari PMA menjadi PMDN. Kami menolak karena belum ada persetujuan dari eksekutif dan legislatif,” ujar Direktur Utama Lebong Tandai Lucky Merukh, dalam rilisnya hari ini.

Lucky mengungkapkan Kontrak Karya Pertambangan PT ABM sifatnya lex specialist, yaitu undang-undang khusus yang mempunyai dasar hukum sendiri dan tidak tunduk pada undang-undang atau hukum yang dibuat kemudian. Sifat khusus tersebut mengikat Kontrak Karya PT ABM dengan persetujuan bersama eksekutif dan legislatif. Apabila status dan substansi Kontrak Karya PT ABM harus diubah, maka perubahan itu harus mendapat persetujuan dari eksekutif dan DPR RI.

“Kontrak Karya PT ABM tahun 1997 itu merupakan produk semua departemen RI kala itu melalui negosiasi dan persetujuan DPR RI. Perubahan status dan substansi Kontrak Karya PT ABM harus mendapat persetujuan DPR RI atas rekomendasi Presiden sebagai Kepala Pemerintah seperti proses penetapan undang-undang karena menyangkut kepentingan banyak pihak,” katanya.

Kuasa Hukum PT Lebong Tandai Mezalina Pavrianty mengatakan pihaknya sudah mengajukan gugatan ke PN Jakarta Selatan terkait tindakan Avocet Mining Plc yang menjual 80% saham Avocet Mining Plc dan semua asetnya di PT ABM kepada perusahaan Indonesia lainnya.

Tindakan tersebut, kata dia, telah melanggar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa 26 April 2010 dan Sales Purchase Agreement (SPA) yang sudah dibahas dan disetujui sebagai bagian dari finalisasi pembelian 80% saham Avocet di PT ABM, 21 asetnya di Asia Tenggara termasuk tambang emas di Penjom, Malaysia senilai US$ 200 juta kepada Lebong Tandai.

“First right of refusal yang menjadi hak Lebong Tandai sifatnya sudah final dan sedang digunakan untuk menuntaskan pembelian 80% saham Avocet di PT ABM, 21 asetnya di Asia Tenggara termasuk emas Penjom, Malaysia. Avocet malah sudah menjual saham dan asetnya itu kepada perusahaan Indonesia lainnya tanpa diketahui Lebong Tandai,” katanya.

Vice President Legal & External Affair PT Lebong Tandai Tri Asnawanto mengatakan, pihaknya juga sudah mengajukan permohonan sita 80% saham Avocet dan seluruh asetnya di PT ABM. Tindakan itu dilakukan karena Avocet telah menjual 80% saham di PT ABM senilai US$ 200 juta kepada satu perusahaan Indonesia lainnya.

Tri menjelaskan, dalam RUPS Luar Biasa di Singapura pada 26 April 2010 telah diputuskan bahwa Avocet Mining Plc wajib menjual 80% sahamnya di PT ABM, 21 asetnya di Asia Tenggara termasuk tambang emas di Penjom, Kesultanan Pahang, Malaysia kepada PT Lebong Tandai senilai US$ 200 juta.

Avocet, lanjut dia, juga telah mengajukan surat kesepakatan jual beli (sales purchase agreement/SPA) pada 7 Juni 2010 kepada PT Lebong Tandai. Pihaknya bersama Avocet Mining Plc telah berdiskusi berkali-kali untuk membahas jual beli hingga Februari lalu yang pada dasarnya menyatakan PT Lebong Tandai siap melakukan transaksi jual beli senilai US$ 200 juta secara tuntas. Namun, Avocet Mining Plc tidak merealisasikan kesepakatannya untuk menuntaskan jual beli itu kepada PT Lebong Tandai.

PT Lebong Tandai dan Avocet Mining Plc telah bermitra dalam bentuk joint venture agreement dan bersama-sama mengelola Kontrak Karya pertambangan PT Avocet Bolaang Mongondow di Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Baik dalam AD/ART sebagai perusahaan nasional maupun dalam joint venture agreement, Avocet harus menjual saham dan asetnya itu terlebih dahulu (first right refusal) kepada PT Lebong Tandai apabila berencana melepaskan saham dan asetnya tersebut. (Alp)

No comments:

Post a Comment