Published On: 25 March 2011
BANDUNG: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) menargetkan pembentukan unit pengendalian gratifikasi di bank tersebut bisa berjalan efektif dalam pada 3 bulan mendatang. Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengatakan unit pengendalian gratifikasi dibentuk untuk mencegah peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme di Bank BJB.
"Unit itu sudah terbentuk, dan terus dipersiapkan agar bisa segera efektif bertugas," katanya seusai penandatanganan kerja sama antara KPK dan Bank BJB, hari ini.
Bank BJB menunjuk 3 karyawannya sebagai pengelola unit pengendalian gratifikasi. Ketiga orang tersebut akan mendapatkan pelatihan mengenai gratifikasi dari KPK.
Dia mengatakan unit pengendalian gratifikasi Bank BJB memiliki wewenang menerima, memroses, dan melaporkan gratifikasi kepada KPK.
"Karyawan Bank BJB wajib melaporkan gratifikasi kepada unit itu sebelum 30 hari sejak menerima hadiah. KPK akan memutuskan apakah hadiah itu milik negara atau bukan minimal 30 hari setelah laporan masuk," ujarnya.
Dia mengatakan pada prinsipnya gratifikasi bukan hal terlarang, tetapi harus dilaporkan karena takut mengandung unsur suap.
KPK merespons positif langkah Bank BJB yang berupaya meningkatkan transparansi dalam bekerja.
Selain dalam pengendalian gratifikasi, Bank BJB juga memperluas wajib lapor bagi karyawannya.
Saat ini sekitar 900 karyawan badan usaha milik daerah (BUMD) itu wajib melaporkan kekayaannya. Awalnya, wajib lapor hanya dikenakan pada 77 karyawan, antara lain direksi dan komisaris.
Agus Ruswendi, Direktur Utama Bank BJB, mengatakan seluruh karyawan termasuk manajemen harus melaporkan gratifikasi kepada unit tersebut. "Tidak ada terkecuali, setiap ada sesuatu yang terkait gratifikasi harus melaporkannya."
Dia mengatakan perusahaan sebenarnya sudah memiliki aturan terkait pemberian dan menerima hadiah untuk menghindari terjadinya suap. Kerja sama dengan KPK diharapkan semakin memperkuat aturan atau budaya perusahaan yang sudah ada.
Agus mengakui perbankan merupakan industri yang rawan terjadi suap, misalnya dalam penyaluran kredit serta pengadaan barang.
"Kami terus berupaya membangun sistem yang bersih. Diharapkan masyarakat bisa memahaminya, karena suap itu terjadi antara dua pihak," ujarnya
No comments:
Post a Comment